JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan pihaknya tetap mengantisipasi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Siti menjelaskan, metode antisipasi yang digunakan adalah Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Cara kerja dengan metode TMC yaitu dengan melakukan penyemaian garam NaCl guna memicu turunnya hujan di daerah yang rawan karhutla.
"Kerja lapangan dan koordinasi tim supervisi tetap jalan mengantisipasi karhutla, terutama di wilayah rawan, meski kita menghadapi masa sulit karena penyebaran Covid-19," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (24/4).
Berdasarkan analisis BMKG, puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Juni dan Juli. Sejumlah wilayah yang rawan antara lain Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.
Siti mengungkapkan sudah menyurati Kepala Daerah beserta semua pihak termasuk swasta untuk mewaspadai karhutla. Ia juga mengatakan sedang mengupayakan antisipasi dengan TMC.
"Harus dari sekarang upaya antisipasi seperti TMC dilakukan. Kami sudah menyurati para Kepala Daerah di awal Maret, dan meminta semua pihak termasuk swasta dan pemangku kawasan untuk waspada karhutla," ujar Siti Nurbaya.
Upaya TMC untuk pembasahan lahan gambut yang rencananya dilaksanakan mulai awal Mei. TMC dilakukan di lokasi yang teridentifikasi sering terjadi karhutla. Wilayah itu antara lain Kabupaten Bengkalis dan Pelalawan Provinsi Riau, di Sumatera Selatan Kabupaten Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir, serta Provinsi Jambi, kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur.
Untuk meningkatkan upaya pencegahan karhutla, KLHK juga berkoordinasi dengan gubernur provinsi rawan karhutla untuk melakukan antisipasi kekeringan lahan gambut.
"Kemudian berkoordinasi dengan para pihak untuk melaksanakan TMC, mengaktifkan sektor swasta dan melakukan sosialisasi pada masyarakat tani hutan untuk upaya pencegahan pembukaan lahan tanpa membakar," ujar Siti.
"Hal terpenting lainnya, memberikan peringatan yang lebih tegas kepada pemegang izin yang lokasinya secara berulang terjadi karhutla," tambahnya.
Sementara itu Kepala BMKG, Dwi Korita mengungkapkan bahwa Indonesia pada tahun ini mengalami El Nino Netral dengan tingkat kekeringan pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan normalnya.
Dalam keterangan tertulis, ia mengatakan pada April-Mei ini awan hujan masih tersedia sehingga merupakan waktu yang paling tepat untuk menyelenggarakan TMC.
"Ini waktu yang paling tepat untuk menyelenggarakan TMC pada beberapa provinsi rawan karhutla untuk mengisi embung dan membasahi gambut," ujar Korita.
Di lain pihak Kepala BPPT, Hammam Riza, mengungkapkan bahwa pelaksanaan TMC akan lebih efisien apabila menggunakan pesawat berkapasitas besar, seperti yang dimiliki TNI. BPPT sudah melaksanakan TMC di Provinsi Riau dengan pelaksanaan sebanyak 27 sorti, menghasilkan hujan hampir setiap hari dengan volume 97,8 juta m3, sehingga titik rawan api (hotspot) di Riau pernah berkurang.
Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Confidence Level 80%, hotspot per tanggal 1 Januari hingga 23 April 2020 sebanyak 737 titik.
Sedangkan pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 1.177 titik. Artinya terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 440 titik atau 37,38 persen. (CNI)
Komentar Anda :