Radio Siaran Bagaikan Benalu
Selasa, 13-02-2024 - 12:16:41 WIB
|
Foto : Penyiar Radio Bharabas Pekanbaru, on air di 97,5 FM |
PEKANBARU -- RADIO siaran itu ibarat benalu. Sifat benalu adalah menempel di banyak pohon untuk tetap hidup. Radio siaran juga sama, menempel di player kaset, mobil, pesawat televisi dan sekarang memanfaatkan internet dalam bentuk radio streaming.
Itu sebab UNESCO percaya radio siaran tetap hidup dan menjadikan tanggal 13 Februari sejak 2011 sebagai Hari Radio Sedunia.
Ketika televisi hadir banyak orang meramal radio siaran akan mati.
Ternyata tidak. Radio tetap beriringan dengan televisi dengan damai. Contohnya, Stasiun TVRI memanfaatkan penyiar RRI, Sazli Rais dan Hasan Ashari Oramahi sebagai pembaca berita.
Ketika muncul pita kaset kembali radio siaran diramal akan mati karena orang memilih putar kaset saja, tidak lagi mendengarkan lagu lewat radio.
Dengan karakternya radio siaran menempel di player kaset dan diterima, ditandai dengan munculnya istilah Radio Kaset. Yaitu pesawat pemutar pita kaset sekaligus penerima siaran radio.
Perusahaan rekaman tetap mengirimkan contoh rekaman penyanyi barunya ke radio siaran. Tujuannya, agar penyanyinya terkenal dan masyarakat beli kaset rekaman penyanyi tersebut.
Masa berganti, muncul rekaman dalam bentuk kepingan CD (compact disk). Tetap radio siaran tidak mati. Saat itu penerima siaran radio di mobil juga terus berubah bentuk mengikuti perkembangan. Radio penerima siaran di mobil dilengkapi pemutar CD. Perusahaan rekaman juga masih mengirimkan CD contoh rekaman terbaru artisnya ke stasiun radio seperti sebelumnya.
Munculnya internet kembali radio siaran menunjukan kemampuannya beradaptasi. Radio siaran meyusup ke dalam jaringan internet menciptakan saluran tambahan, selain frequency. Masyarakat bisa memilih mendengarkan siaran radio lewat pesawat analog atau internet di komputer.
Perkembangan internet hari ini luar biasa bagaikan jaring laba-laba menutup dunia. Maka stasiun siaran radio sepenuhnya dapat memanfaatkan internet dalam bentuk radio streaming. Contohnya, Radio Pensiunan yang dapat didengar melalui website-nya atau aplikasi di android dan ios tanpa pemancar analog.
Radio Streaming Ada yang bilang radio siaran hari ini sudah mulai tenggelam (sunset).
Benarkah anggapan itu? Mungkin benar tetapi bisa juga tidak benar. Jika yang mengatakan hal itu bukan orang yang berkecimpung di radio bisa dimengerti. Tetapi jika “orang radio” sepakat terhadap kondisi tersebut maka dipastikan dialah yang menyebabkan radio siaran tenggelam. Banyak stasiun radio memiliki program bagus dan disukai masyarakat tetapi tidak terpublikasikan.
Persaingan media baru begitu ketat sementara banyak pengelola radio siaran masih jalan di tempat. Alih-alih mempertahankan sifat radio sebagai media siaran, yang banyak terjadi ikutan main media lain.
Atas alasan saat ini-era konvergensi media-maka radio ditempelkan pada berbagai media baru. Bagus saja. Tetapi mana yang harus diutamakan, siaran suara atau tayangan?
Bingung. Radio adalah suara tapi pengelolanya mengehar gambar ibarat televisi. Ada yang menyanggah beda antara radio streaming dengan radio analog. Semestinya pengelola radio siaran tidak perlu memperdebatkan haram halal antara radio streaming dengan analog. Tidak ada perbedaan antara keduanya selain bentuk pemancarnya saja.
Yang satu pakai mesin pemancar dibantu antena dengan tower tinggi sedangkan satunya cukup menggunakan komputer laptop atau personal komputer dalam menyiarkan programnya. Lainnya sama. Ada penyiar, ada mixer audio, ruang studio dan sebagainya yang selama ini ada pada radio siaran.
Disebutkan radio siaran saat ini sunset. Artinya radio siaran baru akan tenggelam belum tenggelam habis. Upaya penyelamatan harus segera dilakukan agar tidak semakin tenggelam dan bisa kembali naik ke atas.
Radio siaran bukan matahari yang sunset tidak dapat ditarik ke atas lagi. Banyak radio siaran semaput akibat beban keuangan begitu berat, seperti untuk bayar listrik, perawatan alat dan sumber daya manusia cukup besar, mengapa tidak matikan saja teknik siaran model lama?
Mengapa tidak pindah ke sistem streaming? Sebetulnya banyak stasiun radio siaran juga sudah menggunakan konsep streaming. Tetapi keberanian meninggalkan teknik pemancar lama menjadi persoalan. Bisa dimengerti karena sudah miliaran rupiah uang untuk membeli dan membangun ruang pemancar, termasuk tower. Mosok harus ditinggalkan begitu saja?
Jika saja semua radio siaran analog berani pindah ke sistem siaran streaming maka beban keuangan jauh lebih ringan. Langkah ekstrem ini akan mengangkat kembali posisi radio siaran kepada kejayaannya. Sebab radio siaran merupakan media unik, bisa dinikmati sambil beraktifitas.
Belum pernah ada atasan marah ketika karyawannya bekerja sambil mendengarkan siaran radio. Tapi betapa menjengkelkan melihat karyawan bekerja sambil nonton youtube atau televisi. Kunci siaran radio menarik adalah kreatifitas tinggi pengelolanya. Meskipun semua hal ada kelebihan dan kekurangan tetapi radio streaming cocok pada era sekarang.
Dibandingkan dengan stasiun radio analog biaya jauh lebih murah pada radio siaran streaming. Jangkauan siarannya bukan hanya lokal seperti radio analog tetapi ke seluruh wilayah di dunia. Di mana ada jaringan internet maka siaran dari stasiun radio dapat diterima. Penyiar tidak harus berada di studio induk jika ingin siaran tetapi bisa dari berbagai tempat. Hampir semua orang memegang pesawat handphone yang beroperasi menggunakan jaringan internet.
Sifat radio streaming di mana ada internet di situ bisa ditangkap siarannya atau di dengar. Artinya peluang orang mendengarkan siaran radio saat ini jauh lebih mudah dan besar jumlahnya. Jika siaran radio kembali berjaya di udara niscaya media ini akan diperhitungkan kembali seperti dulu.
Dampaknya? Banyak!
Selamat Hari Radio se-Dunia!
(Sindonews.com/pri)
Komentar Anda :