JAKARTA -- Peneliti LIPI yang menekuni kajian Papua, Adriana Elisabeth mengingatkan semua pihak berhati-hati menyebut keterlibatan pihak asing dalam demonstrasi berujung kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Tudingan keterlibatan asing harus disertai bukti yang jelas agar tidak menimbulkan spekulasi lebih jauh terkait ketegangan yang terjadi di Papua.
"Hati-hati membuat pernyataan itu. Pihak-pihak yang menyatakan itu harus jelaskan betul seperti apa situasinya. Jangan buat orang bingung dan bikin orang berspekulasi lebih jauh," ujar Adriana dilansir dari situs cnniIndonesia.com.
Pernyataan dugaan keterlibatan asing itu diutarakan pemerintah lewat Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menkopolhukam Wiranto, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Adriana mempertanyakan keterkaitan asing yang dimaksudkan mereka.
Dia mencontohkan sehari setelah kerusuhan di Jayapura, dirinya baru memperoleh pemberitaan itu dari media Australia yang melansir media lokal suarapapua.com. Adriana mengaku tak menemukan pemberitaan rusuh Jayapura di media nasional.
Dari pengalaman itu, Adriana mempertanyakan apakah hal itu yang dimaksud pemerintah sebagai keterlibatan asing.
"Jadi maksud saya jangan berspekulasi. Tapi kalau dari segi tadi ada keterhubungan dengan pemberitaan di luar, itu saya pengalaman sendiri dapatkan berita itu di luar bukan dari dalam (Indonesia)," jelas Adriana.
Adriana menyebut praduga keterkaitan asing juga bisa terkait kepentingan investasi di Papua. Namun ketertarikan asing untuk investasi di Papua bukan hal baru.
"Papua itu kan daerah sumber daya alam, kalau banyak investor terkait dan sebagainya apakah itu terkait kerusuhan, didalami, ya. Kita, kan, enggak bisa mengatakan semaunya," ucapnya.
Pemerintah sejauh ini memang belum memberikan penjelasan rinci soal dugaan keterlibatan pihak asing dalam ketegangan di Papua.
Kapolri Jenderal Pol, Tito Karnavian, misalnya, hanya menyatakan ada kelompok masyarakat yang terlibat aksi anarkis di Papua dan Papua Barat, memiliki hubungan dengan pihak asing, terutama organisasi di luar negeri.
Kata Tito, Polri saat ini Polri tengah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menangani masalah tersebut.
Dugaan keterlibatan asing semakin menguat setelah pihak imigrasi menangkap empat warga negara Australia yang ikut aksi demonstrasi di Sorong. Imigrasi kemudian mendeportasi mereka
Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Imigrasi Sorong, Cun Sudirharto mengatakan, empat warga negara Australia tersebut masuk ke Indonesia dengan izin berwisata, bukan mengikuti aksi demo.
"Empat warga asing tersebut mengakui tidak memahami apa arti aksi tersebut karena informasi warga setempat demo tersebut adalah festival budaya," ujar Cun tanpa merinci lebih jauh soal identitas WN Australia dan afiliasinya.
Adriana menjelaskan penyebutan keterkaitan asing sama halnya dengan menyebut nama Benny Wenda terkait rusuh di Papua.
Ada banyak aspek bisa dikaitkan dengan keterlibatan asing. Sama halnya dengan ada banyak faksi di Papua tak hanya Benny Wenda.
Dia menuturkan masyarakat yang mendukung referendum bagi Papua, belum tentu mereka mendukung Benny.
"Seperti saat ini disebutkan Benny Wenda semua bereaksi, tapi menurut saya itu jadi semacam legitimasi. Nama Benny Wenda diulang-ulang," kata dia.
"Menurut saya sebenarnya enggak perlu disebutkan," lanjut dia.
"Karena Benny Wenda itu kan hanya satu kelompok saja yang berjuang untuk kelompoknya. Bukan mengatasnamakan Papua yang lain. Ada yang pro referendum tapi enggak sejalan dengan Benny Wenda, misalnya."
Adriana menyebut hanya satu yang perlu dipahami oleh pemerintah yaitu terkait resolusi PBB tahun 2004 yang menyatakan Papua adalah bagian dari Indonesia. Namun pemerintah harus memenuhi kesejahteraan masyarakat Papua.
"Itu yang belum dilakukan, jadi kalau Papua berteriak-teriak merdeka merdeka nah itu karena belum dipenuhi," ujarnya.
Atas dasar itu Adriana menilai menilai penyelesaian masalah di Papua bukan lagi soal bendera Bintang Kejora melainkan pada sumber daya manusia yang harus diperhatikan pemerintah.(CNI)
Komentar Anda :