JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan kurikulum yang menerapkan standardisasi pembelajaran siswa tidak menghasilkan capaian pendidikan yang diinginkan. Untuk itu ia berupaya mengubah hal tersebut dengan konsep kurikulum baru.
"Karena kita sudah mencoba menstandardisasi [pembelajaran dalam kurikulum], dan itu tidak bekerja. Banyak negara melakukan itu. Dan standardisasi ini tidak memberikan hasil yang kita inginkan. Saya pikir kita perlu merangkul keberagaman dalam kurikulum," katanya melalui konferensi video dalam wawancara berbahasa Inggris, Rabu (16/9).
Ia menemukan bahwa standardisasi pembelajaran merupakan salah satu kendala dalam dunia pendidikan. Selama ini, kurikulum menentukan materi tertentu yang dipelajari siswa berdasarkan tingkat kelasnya. Artinya, setiap siswa jenjang kelas 1 SD di penjuru daerah harus menggunakan materi pembelajaran yang sama.
Padahal, menurutnya kemampuan siswa pada jenjang yang sama di daerah yang berbeda bisa berbeda pula. Ia menilai pemerintah tidak bisa menetapkan materi pembelajaran yang memukul rata kemampuan siswa di seluruh Indonesia.
"Kemampuan literasi siswa kelas 4 di Maluku dengan di Yogyakarta dan Jakarta, ini bisa sangat berbeda. Dan belajar itu seperti video game, ada prinsip yang simpel. Jika terlalu mudah, Anda jadi bosan. Terlalu susah, Anda hilang harapan dan menyerah," jelasnya.
Untuk itu, ia ingin guru bisa memilah dan memilih materi pada kurikulum agar sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa yang diajar. Ia mengatakan ini menjadi kemerdekaan bagi guru untuk menggunakan kurikulum sesuai kebutuhan siswa.
Dalam hal ini, ia ingin teknologi berperan dalam membantu guru mengidentifikasi kemampuan siswa. Ia mengakui hal tersebut sangat sulit dilakukan. Namun menurutnya teknologi dapat membantu upaya tersebut.
Sebelumnya, Nadiem mengatakan akan menguji coba kurikulum baru 2021. Kurikulum ini akan memungkinkan guru mengidentifikasi masing-masing siswa dan mengajar sesuai kemampuan mereka.
Kendati begitu, banyak pihak mempertanyakan jika kemampuan guru dapat mengakomodasi hal tersebut. Kurikulum 2013 sendiri dinilai tidak sepenuhnya efektif dilakukan di sekolah karena keterbatasan kemampuan guru dalam memahami kurikulum.
Begitu juga dengan pelatihan guru. Ia menyadari kemampuan guru harus ditingkatkan untuk menerapkan praktek konsep kurikulum yang ia harapkan. Karena itu ia mengatakan tengah fokus mendorong sekolah penggerak.
Nadiem mengartikan sekolah penggerak sebagai sekolah dengan proporsi jumlah guru penggerak yang signifikan. Guru penggerak merupakan program pelatihan Kemendikbud yang bakal melahirkan guru dengan kemampuan kepemimpinan yang baik.
Melalui program-program ini, ia berharap guru penggerak dapat menjadi mentor guru lainnya di sekolah, sehingga pelatihan dapat berjalan di dalam sekolah.
"Ada kepercayaan bahwa pelatihan guru itu mengumpulkan guru bersama-sama, ada seminar yang bagus, mengajarkan mereka filosofi, kemudian melepaskan mereka kembali ke dunia," kata Nadiem.
"Ini bukan bagaimana pelatihan seharusnya berjalan. Anda tidak bisa belajar main piano, tanpa piano. Anda tidak bisa belajar bagaimana menjadi guru yang baik, tanpa ruang kelas," tambahnya. (CNI)
Komentar Anda :