JAKARTA -- Pemerintah menggelontorkan anggaran tambahan sebesar Rp5 triliun untuk Pilkada Serentak 2020. Dana itu digunakan untuk membiayai perlengkapan dan persiapan penunjang pelaksanaan Pilkada 2020 sesuai protokol kesehatan di tengah wabah virus corona (Covid-19).
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan dana tersebut digunakan untuk membelanjakan perlengkapan protokol kesehatan selama Pilkada 2020 berlangsung. Sebab, sejak awal pemerintah berprinsip pelaksanaan Pilkada 2020 harus sesuai protokol kesehatan.
"Tak kurang Rp5 triliun tambahan dana. Kita sudah carikan dana dan sudah terpenuhi. Ini digunakan membiayai perlengkapan dan persiapan tambahan sebagai penunjang pelaksanaan Pilkada 2020 yang sesuai protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19," kata Mahfud dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu (5/9).
Mahfud memastikan rangkaian protokol kesehatan harus dilaksanakan saat pemungutan suara. Di antaranya, jumlah pemilih di TPS dibatasi. Selain itu, waktu mencoblos akan terjadwal dan tidak serentak pada jam yang sama.
Menurut dia, ini bertujuan mencegah terjadinya kerumunan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena pemilih yang datang serempak.
"Jadi pencoblosan ditentukan jamnya. Setiap warga ada jadwalnya masing-masing. Sehingga tak ada yang berdesak-desakan," jelas Mahfud.
Kemudian, menurut Mahfud, seluruh petugas TPS akan dilengkapi alat pelindung diri (APD) dan seluruh pemilih akan diberi sarung tangan. Sarung tangan tersebut akan digunakan para pemilih saat mencoblos.
Nantinya, sarung tangan tersebut langsung dibuang setelah selesai mencoblos. Selain itu, tempat sampah khusus juga disediakan untuk membuang sarung tangan bekas itu.
"Tentu saja tetap harus memakai masker, menjaga jarak, cuci tangan. Nanti di TPS disediakan tempat cuci tangan dan ada pula tenaga medis jika sewaktu-waktu diperlukan," kata dia.
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati dalam diskusi yang sama mengatakan, protokol kesehatan yang perlu diperhatikan selama tahapan Pilkada Serentak 2020 bukan sekadar proses pemungutan suara. Sejumlah tahapan juga harus menjadi perhatian.
Menurut dia, sejauh ini simulasi protokol kesehatan dalam tahapan pemilu baru dilakukan saat proses pemungutan suara di TPS. Padahal, kata dia, setiap tahapan pemilu berpotensi memunculkan kerumunan massa.
"Banyak hal yang perlu diperhatikan. Penyelenggara sudah simulasi, tapi kan yang kita lihat baru simulasi di TPS, yang harus diantisipasi di seluruh tahapan pemilunya," kata Nisa.
"Karena tahapan pemilu di Indonesia panjang dan sangat kompleks. Hampir di semua tahapannya berpotensi berkumpulnya banyak orang," ujar dia menambahkan.
Ia mencontohkan, pendaftaran pasangan calon yang baru dibuka Jumat (4/9) saja sudah menimbulkan kerumunan orang tanpa memerhatikan protokol kesehatan. Sejumlah pasangan calon yang mendaftarkan diri ke KPU kemarin melakukan konvoi atau arak-arakan dengan pendukungnya.
Padahal, menurut dia, sejak awal pemerintah dan KPU sudah jauh-jauh hari melarang pendaftaran calon diikuti oleh banyak orang.
Selain itu, KPU juga harus memperhatikan tahapan kampanye tatap muka atau rapat umum. Meski dalam Peraturan KPU sudah diatur hanya 100 orang yang hadir dalam kampanye tatap muka, namun ia curiga ketentuan itu tidak akan dipatuhi.
"Ketika rapat umum, meskipun PKPU sudah mengatur hanya 100 orang yang bisa hadir, tapi ya kita kan enggak tahu, di masa pendaftaran ini saja sudah diatur supaya yang hadir siapa saja, tapi arak-arakan masih ada," paparnya. (CNI)
Komentar Anda :